Dengar.id, Jakarta – Pembangunan rendah karbon merupakan salah satu strategi transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
”Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia maju 2045 dan mencapai nol emisi pada 2060,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjadi keynote speech pada acara Global Network Week yang diadakan oleh Universitas Indonesia dengan topik Indonesia’s Policies and Strategies to Embrace an Inclusive and Green Recovery, Senin (14/3/22).
Dikatakannya, transformasi kebijakan ekonomi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan.
”Ini merupakan salah satu strategi agar Indonesia dapat keluar dari “middle income trap”,” ujarnya.
Lebih lanjut Ketua partai Golkar ini menjelaskan, implementasi kebijakan Net Zero Emission melalui Pembangunan Rendah Karbon dapat diwujudkan dengan melakukan transisi menuju ekonomi hijau.
”Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dan diperlukan kesepakatan yang solid dari semua pihak,” terangnya.
Karena itu, lanjut Menko Airlangga, perlu dilakukan kolaborasi dan komunikasi yang intensif antara berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan proses transisi menuju ekonomi hijau dapat dilakukan dengan baik.
Upaya Pemerintah Indonesia untuk membangun fondasi penerapan ekonomi hijau didukung oleh beberapa kebijakan strategis.
”Komitmen ini didukung oleh alokasi anggaran melalui skema APBN dan Non-APBN dalam pembiayaan program ekonomi hijau,” bebernya.
Di masa pandemi, program ekonomi hijau inklusif terus dilakukan sejalan dengan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk membangun perekonomian Indonesia yang kuat, tumbuh dan berkelanjutan.
“Ekonomi hijau dalam dokumen perencanaan telah dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024 dengan tiga program prioritas, yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon,” ucapnya.
Anggaran perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1 persen dari APBN, dimana 88,1% di antaranya dibelanjakan dalam bentuk infrastruktur hijau sebagai modal utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia.
Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon tertuang dalam UU No. 71 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yang menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia, sekitar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Indonesia menetapkan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat jika mendapat dukungan internasional.
Adapun, tantangan Indonesia dalam mewujudkan Net Zero Emission melalui pembangunan rendah karbon adalah sangat besarnya investasi yang dibutuhkan.
Karena untuk melakukan transisi energi, dibutuhkan kesadaran untuk beralih menggunakan produk yang efisien dan ramah lingkungan, serta persiapan migrasi ke green jobs.
Sementara peluang yang bisa diperoleh Indonesia yaitu penciptaan lapangan kerja hijau, dekarbonisasi sektor transportasi, dan pengaturan perdagangan karbon.
Meski demikian, realisasi penurunan emisi karbon Indonesia selama 3 tahun terakhir 2019 hingga 2021, selalu mencapai target.
Pendanaan perubahan iklim Indonesia membutuhkan 3.799 Triliun rupiah jika mengikuti NDC atau komitmen untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Komentar