Oleh : Dr. Rasminto
(Pemerhati Sosial dan Kependudukan Unisma Bekasi)
Kasus maraknya balap liar di Indonesia terlebih pada bulan Ramadhan jadi keprihatinan kita bersama. Penanganan pelaku balap liar yang menjadi pelanggar lalu lintas oleh Polrestabes Surabaya dengan hipnoterapi menuai sorotan masyarakat.
Pendekatan humanis melalui hipnoterapi yang dilakukan aparat polrestabes surabaya dapat menjadi alternatif yang menarik dalam menangani pelaku balap liar.
Metode ini menawarkan cara yang lebih holistik dan berfokus pada memahami akar permasalahan dan faktor psikologis yang mendorong perilaku tersebut. Dengan memanfaatkan hipnoterapi, pelaku balap liar dapat dipandu untuk merespons situasi dengan cara yang lebih baik dan mengubah perilaku mereka agar tidak mengulangi tindakan melanggar hukum.
Namun, terobosan ini tidak boleh dianggap sebagai pengganti sistem hukum yang berlaku. Pelaku balap liar tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Hipnoterapi juga tidak selalu efektif untuk semua orang dan memerlukan profesional yang terlatih untuk melakukannya.
Nah yang jadi masalah, apakah aparat kepolisian di direktorat lalulintas jajaran polda se Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang profesional tengan memiliki kemampuan hipnoterapi? Polri perlu bergandengan tangan dengan para pakar terutama kalangan kampus untuk dapat turut serta membantu sebagai tenaga profesional ini.
Lalu, dalam menangani masalah pelaku balap liar, pendekatan yang terbaik adalah kombinasi dari pendekatan hukum dan pendekatan humanis.
Penggunaan hukum yang tegas dapat menjadi pendorong bagi pelaku balap liar untuk berubah perilaku dan menghindari tindakan melanggar hukum, sedangkan pendekatan humanis dapat membantu pelaku balap liar memahami akar permasalahan dan mencegah perilaku melanggar hukum terulang kembali di masa depan.
Komentar