Oleh: Dr. Li. Edi Ramawijaya Putra, M. Pd (Ketua STABN Sriwijaya/Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Buddha Indonesia (APTABI)
Kerukunan umat beragama di Indonesia tercipta dan terpelihara tidak terlepas dari usaha sadar dari masing-masing pemeluk agama untuk terus berupaya menciptakan suasana hubungan antar umat beragama yang sejuk dan toleran.
Salah satu wujud dari usaha tersebut adalah menyampaikan ucapan salam dalam berbagai macam bahasa agama. Salam lintas agama ini diucapkan dalam berbagai kegiatan dan seremoni yang diucapkan oleh pejabat pemerintah pusat maupun daerah, pemuka agama, dan semua masyarakat yang sudah menjadikan ucapan salam dari agama-agama ini sebagai praktek dari toleransi dan saling menghargai.
Praktek baik ini tentu sangat cocok diterapkan dalam konteks sosiologis kemajemukan institusi agama-agama di Indonesia. Setiap kali umat beragama tertentu mendengar seseorang yang mengucapkan salam dalam bahasa agamanya muncul rasa penghargaan terhadap orang yang mengucapkannya.
Hubungan toleransi tentu tidak bisa dilakukan dengan mencampuradukkan doktrin agama apalagi berusaha mereduksi teologi ke dalam agama masing-masing dengan dalih bertoleransi. Akan tetapi, ucapan salam merupakan sebuah perwujudan etika yang bertujuan untuk memberi sapaan dan penghargaan tidak lebih dari itu.
Sehingga tidak ada muatan dan dimensi keagamaan di dalam unsur salam. Hal ini juga merupakan upaya kita untuk menciptakan iklim beragama yang moderat melalui salam lintas agama.
Keberagaman bahasa agama di satu sisi tidak dapat terelakkan karena masing-masing agama memiliki dasar literasi, liturgi dan kodifikasi bahasa agama yang berbeda dalam bentuk (form) bahasa agama masing-masing.
Namun, esensi dari ucapan salam adalah satu yaitu menempatkan kehormatan agama orang lain di posisi yang paling tinggi. Secara kasat mata memang nampak “fals” mengucapkan salam lintas agama dari berbagai bahasa agama namun didalamnya terkandung nilai kesetaraan dan nilai kemanusiaan yang wajib jaga oleh semua pemeluk agama.
Meskipun banyak cara untuk melakukan toleransi akan tetapi mengucapkan salam ini yang paling mungkin untuk dilakukan dalam sirkumstan hubungan antar umat beragama di Indonesia.
Konteks-konteks interaksi masyarakat kita dalam berbagai acara dan kegiatan menjadikan salam dalam berbagai agama ini menjadi perekat kohesi sosial yang mungkin sudah tersegmentasi dalam berbagai tujuan.
Pengucapan salam lintas agama ini merupakan representasi dari daur hidup masyarakat yang bineka dalam keseharian yang selalu dapat mengedepankan cara-cara inklusif dalam beragama tanpa merusak tatanan ke dalam agama itu sendiri.
Komentar