Dampak Konflik Iran vs Israel dan Peran Indonesia

Oleh: Dr. Rasminto (Dosen Geografi UNISMA, Wakil Bendahara MN KAHMI dan Anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Provinsi DKJ)

“Setiap senjata yang digunakan dan setiap bom yang meledak adalah sebuah penyesalan yang tak terhindarkan, tidak peduli seberapa diperlukannya”.

Nukilan di atas tercetus oleh Harry S. Truman seorang Presiden Amerika Serikat ke-33, yang menjabat dari tahun 1945 hingga 1953. Dia menggantikan Presiden Franklin D. Roosevelt setelah kematian Roosevelt pada April 1945, dan kemudian terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada tahun 1948.

Truman terkenal karena memimpin Amerika Serikat selama akhir Perang Dunia II dan periode setelahnya, termasuk dengan keputusannya untuk menggunakan bom atom terhadap Jepang sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri Perang Dunia II. Dia adalah presiden yang mengeluarkan perintah untuk menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada bulan Agustus 1945, yang mengakhiri perang dengan Jepang.

Namun, pengalaman yang begitu nestapanya Perang Dunia II, tetap tidak diindahkan oleh generasi umat manusia berikutnya. Bagaimana saat ini, kita dipertontonkan akan eskalasi konflik negara zionis Israel dengan Republik Islam Iran semakin meningkat, pasca serangan Israel terhadap Kantor Konsulat Jenderal Republik Rakyat Iran di Damaskus Suriah, pada Senin (1/4). Setidaknya terdapat 16 orang tewas akibat serangan tersebut, termasuk dua Komandan senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Meskipun Pihak resmi Israel tidak mengklaim bahwa Pihak mereka yang melakukan serangan tersebut, disinyalir karena ikut campur Iran terhadap serangan-serangan Paksi dari proksi Iran seperti Kelompok Hezbollah Lebanon, Houthi Yaman dan Hamas Palestina yang mempertahankan diri dari gempuran dan aneksasi zionis Israel yang menewaskan lebih dari 37 ribu jiwa Penduduk Gaza Palestina sejak serangan 7 September 2023.

Serangan terhadap Israel ini menjadi sebab utama dari Iran yang menggempur pangkalan militer Tel Aviv pada Sabtu (13/4) lalu. Belum sepekan serangan ratusan rudal dan pesawat nir awak ke wilayah pendudukan Israel, pada Jumat (19/4) Israel melakukan aksi balasan dengan melakukan serangan rudalnya terhadap Kota Ghahjaworstan di Iran, yang terletak di barat laut Kota Isfahan.

Duka Nestapa Perang

Perang membawa duka nestapa yang mendalam bagi manusia. Setiap konflik memunculkan cerita tragis yang melukai hati dan meninggalkan bekas luka yang sulit sembuh. Di balik statistik dan geopolitik, ada kisah-kisah individu yang terpisah dari kekerasan dan kehilangan yang dialami oleh keluarga, teman, dan komunitas.

Konflik Gaza Palestina meluas menjadi konflik kawasan Timur Tengah yang melibatkan Zionis Israel, Hamas Palestina, Hezbollah Lebanon, Houthi Yaman, hingga saling serang antara Israel dan Iran. Tentunya dalam setiap perang, ada anak-anak yang kehilangan orangtua mereka, orangtua yang kehilangan anak-anak mereka, dan pasangan yang terpisah oleh kekerasan dan kematian. Ada warga sipil yang tidak bersalah yang menjadi korban kekerasan tak berperikemanusiaan, dan ada prajurit yang harus menghadapi traumatisasi perang dan konsekuensinya sepanjang hidup mereka.

Duka nestapa perang juga meluas ke wilayah yang lebih luas. Infrastruktur yang hancur, ekonomi yang hancur, dan masyarakat yang terpecah belah menjadi bagian dari kenyataan pahit pasca-perang. Bangunan yang dihancurkan tidak hanya mencerminkan kehilangan fisik, tetapi juga mengingatkan kita akan kehilangan jiwa dan cita-cita yang hancur.

Selain itu, perang menciptakan traumatisasi kolektif yang mencakup generasi-generasi berikutnya. Anak-anak yang tumbuh dewasa di bawah bayang-bayang konflik sering kali menderita akibat trauma yang diturunkan dari orang tua mereka dan terperangkap dalam siklus kekerasan yang tampaknya tak berujung.

Duka nestapa perang mengajarkan kita bahwa setiap keputusan untuk berperang membawa konsekuensi yang berat bagi manusia. Setiap nyawa yang hilang adalah sebuah tragedi yang tidak dapat diukur dengan angka. Oleh karena itu, kita harus bertekad untuk mencari perdamaian dan penyelesaian damai atas konflik, dan untuk menghormati dan menghargai kehidupan setiap individu yang terpengaruh oleh perang.

Dampak Perang Iran vs Israel

Perang antara Iran dan Israel akan memiliki dampak yang luas dan kompleks, tidak hanya bagi kedua negara tersebut, tetapi juga bagi kawasan Timur Tengah dan mungkin dunia secara keseluruhan. Perang ini akan mengakibatkan krisis kemanusiaan, dengan adanya korban jiwa dan luka-luka di antara warga sipil baik di Iran maupun Israel. Ini juga dapat menyebabkan pengungsian massal dan penderitaan kemanusiaan lainnya.

Konflik antara Iran dan Israel akan meningkatkan ketegangan di seluruh kawasan Timur Tengah. Negara-negara lain seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yordania dan Suriah mungkin ikut terlibat atau terpengaruh dalam konflik ini. Selain itu, meskipun Iran diembargo masalah perdagangan minyaknya oleh Amerika Serikat, namun konflik ini akan mengganggu pasokan energi global.

Sebab, Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Konflik dengan Israel dapat mengganggu pasokan minyak dari wilayah tersebut, memengaruhi pasar minyak global dan harga minyak.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam saran persnya (17/4), mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai dampak dari konflik tersebut berkaitan dengan pasokan minyak dunia melalui Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab, menjadi jalur pelayaran vital bagi tanker minyak yang mengangkut sekitar 30% minyak mentah dunia atau sekitar 21 juta barel minyak mentah per hari.

Perang antara Iran dan Israel juga akan memperkuat aliansi regional dan global, dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Eropa berada di pihak yang berbeda. Ini dapat memperdalam perpecahan geopolitik di Timur Tengah dan sekitarnya.

Dampak bagi Israel tentu akan sangat signifikan, karena Iran sebagai lawan yang sepadan yang memiliki kekuatan militer yang signifikan dan telah mengancam Israel di masa lalu. Perang dapat meningkatkan ancaman terhadap keamanan Israel, termasuk serangan rudal, serangan terorisme, dan tindakan lainnya baik di dalam negerinya maupun aset lainnya di luar negeri.

Konflik Iran dan Israel menjadi kekhawatiran global akan terjadinya potency konflik nuklir. Sebab, Iran telah mengembangkan program nuklir yang kontroversial, yang telah menimbulkan kekhawatiran bagi Israel dan di seluruh dunia terutama negara-negara barat. Konflik bisa memperbesar kemungkinan penggunaan senjata nuklir atau mengaktifkan respons Israel yang bersifat pencegahan.

Adanya perang Iran dan Israel ini akan memperbutuk instabilitas di Timur Tengah, terutama jika melibatkan produsen minyak utama seperti Iran, yang dapat mempengaruhi ekonomi global secara keseluruhan. Penurunan pasokan minyak atau kenaikan harga minyak dapat memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas finansial di seluruh dunia.

Konflik bersenjata di wilayah yang sudah tegang seperti Timur Tengah ini juga dapat memperkuat kelompok-kelompok ekstremis dan memperluas basis dukungan mereka. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan radikalisasi dan terorisme di seluruh dunia.

Tentunya, semua dampak ini menunjukkan bahwa perang antara Iran dan Israel akan memiliki konsekuensi serius, baik secara regional maupun global, dan upaya untuk mencegah konflik tersebut harus diutamakan agar tidak menyulut terjadinya Perang Dunia III yang akan memporak-porandakan peradaban dunia.

Sejarah Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia

Sejak meraih kemerdekaannya pada tahun 1945, Indonesia telah menempatkan perdamaian sebagai salah satu pilar kebijakan luar negerinya. Sebagai negara dengan jumlah umat Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah mengambil peran aktif dalam berbagai forum internasional untuk mempromosikan dialog antarperadaban, toleransi, dan kerjasama antarnegara.

Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika di Bandung, yang dikenal sebagai Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung. Konferensi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah diplomasi dunia ketiga dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang memperjuangkan kemerdekaan, perdamaian, dan kesetaraan di antara negara-negara berkembang.

Sejak saat itu, Indonesia terus aktif dalam diplomasi perdamaian, baik melalui partisipasi dalam berbagai organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gerakan Non-Blok, maupun Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Indonesia secara konsisten menekankan pentingnya dialog, negosiasi, dan diplomasi dalam menyelesaikan konflik, serta menentang penggunaan kekuatan militer sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan. Termasuk Kontribusi Indonesia pada Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB dimulai pada tahun 1957, saat Indonesia mengirimkan 559 personel infantri sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai.

Pengiriman tersebut diikuti dengan kontribusi 1.074 personel infantri (1960) dan 3.457 personel infantri (1962), sebagai bagian dari United Nations Operation in the Congo (ONUC) di Republik Kongo, bereperan dalam misi perdamaian dalam konflik perang saudara di Darfur, Sudan pada tahun 2005 melalui partisipasi aktif dalam African Union-United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID) dan berbagai konflik bersenjata lainnya di bellman dunia.

Komitmen Indonesia turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan amanat dari alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Komitmen ini senantiasa diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif Indonesia di dalam MPP PBB hingga saat ini.

Solusi Peran Indonesia

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang krusial dalam menghadapi konflik perang antara Iran dan Israel. Dalam situasi yang penuh ketegangan seperti ini, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk memainkan peran sebagai mediator dan pembawa perdamaian.

Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaannya di Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan hubungannya yang kuat dengan negara-negara Muslim lainnya untuk memperjuangkan dialog damai dan solusi yang berkelanjutan dalam konflik ini. Indonesia bertindak sebagai suara bagi solidaritas dan kesatuan Muslim dunia, memperjuangkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

Indonesia juga sudah teruji dalam kontribusinya membantu rakyat Palestina yang menjadi korban konflik Gaza yang menyulut perang antara Iran dan Israel dengan mengirimkan bantuan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk warga Palestina di Gaza pada (9/4) yang telah berhasil sampai langsung ke Gaza via udara dengan pesawat Hercules C130 J (A-1340) milik TNI AU, yang berkolaborasi dengan tentara Yordania.

Bantuan tersebut merupakan realisasi dari pernyataan Presiden RI Joko Widodo di Madiun pada 8 Maret lalu bahwa pemerintah Indonesia akan segera mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza.

Bantuan kemanusiaan ke Gaza yang diterjunkan tersebut berupa paket bantuan sebanyak 20 paket seberat masing-masing 160 kg, yang berangkat dari King Abdullah II (KA2) Airbase Airport (OJKA) di Zarqa, Yordania. Pengiriman bantuan dilakukan dengan metode penerjunan low cost low altitude (LCLA), dengan rute KA2-SAS-KA2.

Bantuan bergerak pada pukul 11.36 waktu setempat (15.36 WIB) dan mencapai lokasi penerjunan (dropping zone / DZ) di Gaza pada pukul 12.50 waktu setempat (16.50 WIB). Tentunya, realisasi tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia mampu berbuat untuk meringankan duka nestapa akibat perang yang berkecamuk.

Sebagai negara yang mendukung perdamaian, Indonesia dapat menegaskan bahwa konflik tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan, tetapi melalui dialog, negosiasi, dan kompromi. Indonesia mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi.

Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan hubungan diplomatiknya yang luas dengan negara-negara di Timur Tengah dan di seluruh dunia untuk memfasilitasi dialog antara Iran dan Israel. Sebagai negara yang netral dan tidak terlibat langsung dalam konflik, Indonesia dianggap sebagai mediator yang dapat dipercaya oleh kedua belah pihak untuk membantu mencapai kesepakatan damai.

author avatar
arif dengar.id

Komentar